Peran Kepribadian Guru dalam Membentuk Kepribadian Siswa

kartun guru

Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya. Karena ada ungkapan yang sering dikatakan “guru digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani.

Karena itu, hal yang paling utama dilakukan guru dalam usaha membentuk kepribadian muridnya menjadi pribadi yang mulia, terlebih dahulu seorang guru harus mampu menjadikan dirinya seorang yang patut ditiru.

Jangan sampai seorang guru hanya bisa memberikan contoh kebaikan, namun dia sendiri tidak bisa menjadi contoh dari kebaikan itu. Allah Swt. sangat melaknat orang-orang yang hanya pandai memberikan nasehat-nasehat kebaikan tetapi dia sendiri mengabaikannya, hal ini seperti yang dijelaskan di dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُون. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ  

Artinya:          “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. al-Shaff [61]: 2-3)

Rasulullah Saw. juga bersabda:

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِى النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَا فُلاَنُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ (رواه مسلم)

Ayat dan hadis di atas jelas menyatakan bahwa, di dalam ajaran Islam tidak dibenarkan seorang muslim (terutama guru) hanya pandai memberikan contoh kebaikan tetapi dia sendiri meninggalkan atau bahkan berlawanan dengan apa yang dikatakannya. Islam menghendaki seorang muslim tidak hanya memberikan contoh kebaikan, namun harus bisa juga menjadi contoh kebaikan tersebut. Dan ini lah yang dicontohkan Rasulullah Saw. kepada umatnya.

Imam al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Zainuddin, dkk., mengatakan bahwa, “Seorang guru hendaknya mengamalkan ilmunya, lalu perkataannya jangan membohongi perbuatannya. Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati, sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang mempunyai mata kepala adalah lebih banyak.”

Statemen al-Ghazali tersebut dapat disimak bahwa amal perbuatan, perilaku, akhlak dan kepribadian seorang pendidik adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Karena kepribadian seorang guru akan diteladani dan ditiru oleh muridnya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi al-Ghazali sangat menganjurkan agar seorang guru mampu menjadikan tindakan, perbuatan dan kepribadiannya sesuci dengan ajaran dan pengetahuan yang diberikan pada muridnya. Antara sang guru dan muridnya, al-Ghazali mengibaratkan seperti tongkat dan bayang-bayangnya. Bagaimana bayang-bayang akan lurus, apabila tongkatnya saja bengkok.

Abdullah Nashih Ulwan di dalam kitab Tarbiyatul Aulad fi al-Islam menyatakan bahwa:

“من السهل على المربى أن يلقن الولد منهجا من مناهج التربية. ولكن من الصعوبة بمكان أن يستجيب الولد لهذا المنهج حين يرى من يشرف على تربيته، ويقوم على توجيهه غير متحقق بهذا المنهج. وغير مطبق لأصوله ومبادئه”.

Maksudnya, hal yang mudah bagi guru mengajari muridnya dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi hal yang sangat sulit bagi murid untuk melaksanakan nilai-nilai pendidikan tersebut ketika ternyata ia melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepadanya tidak mengamalkannya. Atau ucapannya berbeda dengan perbuatannya.

Guru adalah contoh terbaik dalam pandangan murid sehingga segala tingkah laku dan bahkan ucapan seorang guru akan selalu terbesit dalam benak mereka. Segala yang bersumber dari guru diklaim sebagai hal yang patut ditiru. Padahal belum tentu demikian. Guru adalah manusia biasa yang pastinya tidak luput dari salah dan khilaf, maka tidak dapat dipungkiri suatu ketika pasti akan melakukan perbuatan yang kurang atau bahkan tidak baik. Walaupun demikian, merupakan tugas pokok seorang guru untuk selalu siap menjadi panutan bagi orang-orang di sekitarnya, terutama murid-muridnya.

Karena guru selalu menjadi sorotan, terutama oleh murid-muridnya, maka sudah menjadi kewajibannya agar ia dapat menjadikan dirinya sebagai teladan bagi mereka. Hal ini senada dengan apa yang telah dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yakni: “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Ing ngarso sung tolodo yang berarti bahwa seorang guru (sebagai pemimpin, orang yang berada di depan) harus dapat memberikan teladan yakni dengan melaksanakan norma-norma kehidupan dalam kesehariannya. Ing madyo mangun karso berarti jika seorang guru sedang berada di tengah-tengah anak didiknya, dia harus dapat mendorong kemauan atau kehendak mereka, membangkitkan hasrat mereka untuk berinisiatif dan bertindak. Tut wuri handayani yang berarti bahwa seorang guru dituntut untuk dapat melihat, menemukan dan memahami bakat atau potensi-potensi apa yang timbul dan terlihat pada anak didik, untuk selanjutnya dapat dikembangkan dengan memberikan motivasi atau dorongan ke arah pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-potensi tersebut.

Tugas seorang guru, khususnya guru agama memang berat. Namun, seorang guru yang mempunyai jiwa pendidik tidak akan merasakan beratnya beban tersebut. Ia akan melaksanakan tugasnya dengan ikhlas. Keikhlasan ini dapat ditunjukkan dengan senantiasa menjadikan dirinya sebagai teladan bagi anak didiknya. Kewajiban menjadi teladan ini merupakan konsekuensi akan tugasnya sebagai guru.

Guru merupakan seorang pendidik. Sebagai pendidik, ia hendaknya memiliki kriteria-kriteria tertentu sehingga merupakan ciri yang melekat dalam dirinya. Ciri tersebut merupakan kepribadian yang kemudian dapat dilihat dari sifat yang ditampilkan. Kepribadian inilah yang akan menjadikannya sebagai panutan bagi anak didiknya. Dengan menampilkan sifat-sifat utama, menandakan bahwa ia menyadari akan perannya dalam pendidikan. Dan agar usaha pendidikan yang dilakukannya dapat berhasil dengan baik, maka hendaknya ia dapat menampilkan diri sebagai teladan bagi anak didiknya dimanapun ia berada.

Dalam pendidikan Islam, guru juga harus mampu menjadikan pribadinya sebagai sosok ideal yang dijadikan sebagai teladan bagi anak didik. Dalam setiap perilaku mendidik hendaknya guru selalu mendasarkan bahwa ia adalah sebagai hamba Allah yang harus mengabdikan diri kepada-Nya. Dengan menampilkan pokok inti tujuan pendidikan tersebut, maka diharapkan dalam diri anak didik akan tertanam jiwa yang utama.

Tingkah laku atau moral juga merupakan penampilan kepribadian seseorang, termasuk guru. Kalau tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak muridnya akan rusak olehnya. Hal ini terjadi karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya. Atau dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas, terganggu jiwanya karena mereka menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang selama ini didapatkannya di rumah dari orang tua dan keluarganya.

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Abdullah Nashih Ulwan di dalam kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam, bahwa:

“ومن هنا كانت القدوة عاملا كابرا فى صلاح الولد أو فساده: فإن كان المربى صادقا أمينا خلوقا كريما شجاعا عفيفا. نشأ الولد على الصدق والأمانة والخلق والكرم والشجاعة والعفة. وان كان المربى كاذبا خائنا متحللا بخيلا جبانا نذلا. نشاء الولد على الكذب الخيانة والتحلل والجبن والبخل والنذالة”.

Maksudnya keteladanan adalah faktor terpenting dalam menentukan baik buruknya pribadi murid. Jika seorang guru jujur, dapat dipercaya (amanah), memiliki akhlak yang mulia, pemberani, dan pemaaf, maka si murid akan tumbuh dalam kejujuran, berakhlak mulia, pemberani dan pemaaf. Begitu pula sebaliknya, jika guru seorang pembohong, penghianat, kikir, sombong dan hina, maka si murid akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, kikir, sombong dan hina pula.

Untuk itulah seorang guru harus senantiasa menampilkan budi pekerti yang mulia dalam setiap perilakunya, yang kemudian akan menjadi rujukan bagi murid-muridnya. Pendidikan dengan menampilkan akhlak mulia, akan dapat membentuk pribadi murid dengan baik, demikian juga sebaliknya, bila pendidikan dengan menampilkan akhlak tercela, maka akan dapat membentuk pribadi yang tercela pula.

SEMANGAT BAGI PARA GURU!!!